Thursday, November 8, 2012

cerita-cerita ibu-ibu kaleng tua (part one)


pada sebuah persinggahan terakhirnya di sebuah kota kecil itu, Kinanthi menengadah.
menatap langit dan gugusan awan yang membentuk guratan-guratan tanda untuk diceritakan.
langkah sepasang kaki kecilnya masih menyusuri jalanan yang belum pernah dilewatinya ini.
"aku merasa tidak asing dengan jalanan ini..."
ia menyampaikan ini kepada bathin, yang selalu bisa menjelaskan kepadanya tentang semua kejadian aneh yang terjadi sepanjang hidupnya.

Kinanthi tidak pernah menaruh percaya pada siapapun.
ia hanya memercayai bathinnya.

sekali lagi kini ia mengikuti bathinnya yang sudah sepakat dengan sepasang kakinya untuk mengentikan langkah pada sebuah pasar tua.
Kinanthi memasukinya perlahan.
mencari tanda.
semuanya yang di sana adalah barang-barang lama.

"bising disini", ujar Kinanthi dalam hati.
ia bisa mendengar semua yang suara, tetapi tidak semua kata.
terlalu riuh karena semuanya disampaikan secara bersamaan.
mereka semua bicara dengan berebutan.

sebuah kotak telepon kuno menyapanya saat langkah mungilnya melewati sebuah kios.
rangkaian besi yang dicat merah itu tampak megah.
memiliki wibawa yang berbeda dengan lemari-lemari kuno di sekitarnya.
"sebentar lagi kau akan terbiasa..." suaranya bijak, sesuai dengan wujudnya.
Kinanthi mendengarnya dengan jelas.
ia hanya menatap kotak telepon kuno itu dengan senyuman hangatnya.
ia merasa kotak telepon kuno itu membalasnya, hanya saja tak kasat mata.
kotak telepon tak punya muka.

suara-suara mereka pun sebenarnya tak kasat telinga.
tapi Kinanthi selalu mendengar barang-barang kuno memanggilnya.
mengajaknya mampir untuk mendengar kisah mereka. kisah-kisah lama yang hidup menjadi sejarah.
tak pernah mati, karena mereka tak pernah bernyawa.
tapi tak bernyawa bukan berarti tak punya rasa.
mereka sama seperti kita.
merasakan cinta dan lara.
mereka mengabadikannya.

langkahnya terhenti ketika dua mata bulatnya yang sayu tertuju pada sebuah kotak kaleng.
kecintaannya pada kaleng-kaleng tua membuat segala indera yang dia punya menyadari bahwa ada benda itu di sekitarnya.
kotak itu terhimpit di sela-sela lemari antik.
seolah disematkan begitu saja dan ia rasa penjualnya telah melupakan kehadirannya.
Kinanthi mendengar, "Saya punya banyak cerita untuk kamu" pada detik ke tujuh ia menatap kaleng itu.
"Seperti suara seperti ibu..." bisik Kinanthi pada bathinnya.

mungkin dulunya kaleng ini memiliki corak bunga, masih bisa terlihat samar-samar semburat
kecantikannya yang memudar ditelan masa.
karat-karat halus menjamah permukaannya dan merambat perlahan menelan coraknya.
seperti jaringan kanker yang meluas hingga merenggut ibu darinya.

Kinanthi memasuki kios, mencapai sela-sela lemari antik yang menghimpit ibu-ibu kaleng tua itu.
suara bising masih mengganggu telinga. ia mengabaikannya.
"boleh saya lihat kaleng ini pak?" Kinanti meminta ijin pada pria tua yang duduk di depan kiosnya.
sambil menghembuskan asap tembakau yang ia hisap dari pipa, "bisa ambilnya?" jenggotnya yang putih terlihat menguning. nikotin.

kaleng itu sudah direngkuh oleh kedua tangan Kinanthi.
ia merasakan ibu-ibu kaleng itu tersenyum sambil melemaskan ototnya karena selama ini ia dihimpit dengan posisi miring.
"terima kasih ya, cerita-cerita untukmu ada di dalam.
tapi kamu tidak kusarankan untuk membukaku di sini.
kamu tidak akan bisa mendengar cerita mereka dengan baik.
pasar ini bising sekali kan?"
Kinanthi hanya mengangguk.

"pak, kaleng ini berapa harganya?"
"itu barang sudah tiga belas tahun di sini ngga ada yang mau beli. saya juga ngga tau mau kasih harga berapa."
kemudian hening.
"kamu bawa saja lah. besok kalo kamu ke sini lagi ceritakan apa yang diceritakannya ya. dia ngga pernah mau cerita sama saya"
Kinanthi tertegun. matanya makin bulat.
"saya dengar dari tadi dia ngomong sama kamu. dia pilih kamu".
"Bapak juga bisa 'dengar' mereka?"
"ya iya, dan saya udah biasa denger berisik kaya gini. denger mereka ngobrol itu, ngobrol ini. wong saya juga tinggal di sini".
Kinanthi tersenyum. "terima kasih pak, saya pasti akan kembali ke sini".
"kalo kamu kembali ke sini dan saya udah mati, kamu cari pipa cangklong ini di sini ya".
pria tua itu menunjukkan sebuah laci pada lemari kayu besar yang ditempeli tulisan TIDAK DIJUAL.

"akhirnya aku pergi juga dari tempat itu. aku bosan sekali.
cerita pertamaku akan kumulai sesampainya di rumahmu ya" ujar ibu-ibu kaleng tua.
"sabar ya bu, perjalanan kita masih jauh. 'rumah' saya belum ketemu". jawab Kinanthi.

"aku akan menemani perjalananmu. kamu akan segera menemukan 'rumah' mu"


dan kisah ini baru akan dimulai...

No comments:

Post a Comment

jauh

duduk diam memandangimu yang berada di luar jarak pandang merekam lamunmu yang tak dapat kubaca, dan diammu yang tak dapat kuterka. seny...