Saturday, April 16, 2011

rindu hari ini


Hari ini aku tidak menikmati bisikan embun dan sapaan hangat matahari. Malam membunuh saya dalam-dalam sehingga aku melewatkan Pagi.

Hari ini aku tidak bertemu tamparan sinar matahari. Padatnya rutinitas membuat aku berada seharian di sebuah kendaraan dengan penyejuk udara yang seolah mengajak berkilah dari Siang yang rapi.

Hari ini aku tidak mengejar senja. Sebuah rutinitas yang biasanya tidak pernah aku lewatkan. Duduk terdiam dalam hening dan kegalauan, menatap langit jingga keunguan, melepas senja bersama Sore yang sepi.

Hari ini saya tidak menikmati rembulan. Ketika seluruh dunia mengagumi keindahan pantulan sinarnya karena bulan malam ini berada di titik terdekat dengan bumi.

Hari ini aku hanya bisa menikmati hujan, dengan aroma tanah yang ditimbulkan oleh rintiknya. Petir dan angin yang menggelegar menguatkan hati untuk tetap merangkum rindu ini untukmu.
aku merindukan getir dan sinismu.

Monday, April 4, 2011

sebuah fiksi tentang senja

hari kesatu

seorang lelaki duduk di puncak bukit kala senja. sore itu mendung, jadi senja yang biasanya jingga dan ungu menjadi kelabu. tetapi lelaki itu menyukainya. ia mengagumi senja dari celah-celah kecil yang masih diberikan oleh awan kepada pecinta senja abu-abu. lelaki itu.

hari kedua

seorang lelaki duduk di puncak bukit kala senja. bertahun-tahun ia menikmati seorang diri. pancaran sinar indah yang menjadi penanda dari matahari bahwa sinarnya harus terbagi dengan belahan dunia lainnya. lelaki itu menyukai suara dan aroma senja. hening dan aroma embun-embun malam yang akan datang merasuk ke otaknya.

hari ketiga

seorang lelaki duduk di puncak bukit kala senja. hari ini senja tidak berwarna kelabu. sore ini senja berwarna jingga dan ungu. seorang perempuan melintas dengan sepeda mini merah jambu. lelaki itu tertegun. perempuan itu tersenyum. “hari ini senja milikku”, ujarnya. lelaki itu membalasnya dengan senyum, “nikmatilah senjamu”. kemudian mereka berdua diam. menikmati senja dengan cara masing-masing.

hari keempat

seorang perempuan duduk di puncak bukit menunggu senja. ia lebih dulu datang. lelaki itu menyusul dengan basah kuyup. namun tersenyum puas. “hujan dan senja abu-abu. hari ini milikku. walaupun kamu datang lebih dulu”. ujarnya penuh kemenangan. perempuan itu cukup bahagia atas rintik-rintik hujan yang mengetuk kulit dan kepalanya. ia tersenyum sinis. “aku hanya ingin menikmati aroma hujan hari ini. aku tidak mencari senja”, kata perempuan itu. mereka kemudian diam dan menikmati hujan dengan cara masing-masing.

hari ke lima

seorang lelaki dan seorang perempuan berpapasan di jalanan menuju bukit tempat biasa mereka menikmati senja dengan cara mereka masing-masing. mereka saling melihat. lelaki itu bertanya, “bagaimana kamu menemukan bukit ini? sudah bertahun-tahun aku menikmatinya sendiri” dengan suara datar. “sepedaku yang membawaku ke sana. ia seperti menunjukkan arah ke tempat yang selama ini aku cari. sebuah tempat dimana aku bisa mengantarkan senja. sebuah tempat untukku melepas senja”. sambil terus berjalan menuju bukit, lelaki itu berkata “senjaku abu-abu”. perempuan itu tersenyum sambil menyahut, “senjaku jingga dan ungu! jadi kita tidak akan berebut senja, selalu!”, sambil menepuk pundak si lelaki. mereka meneruskan perjalanan hingga ke puncak bukit, kemudian melepas senja bersama. dengan cara mereka masing-masing. hari itu, senja berwarna merah jambu.

hari ke enam

seorang lelaki dan seorang perempuan duduk di puncak bukit kala senja. gerimis menemani keheningan mereka. “dengarkan suara rintik itu”, ujar si perempuan. “gerimis mengajak kita mendengarkan surga”, lanjutnya. “hiruplah aromanya!” , ujar si lelaki. “aroma tanah?”, tanya si perempuan. “hmmm, hujan selalu membawa bau laut kalau kau bisa menghirupnya lebih dalam”, terang si lelaki. “ini hanya bisa kita nikmati di sini. di kota, aroma hujan menimbulkan bau anyir bercampur tahi kuda dan aspal. padahal bumi bersemedi saat itu”, lanjutnya. perempuan ini diam, mencoba menghirup hujan lebih dalam, dan mencari bau laut yang katanya ada. langit mendung. “hari ini dia berwarna abu-abu, hari ini dia milikku”, kata lelaki itu. si perempuan hanya diam dan meikmati tetesan hujan, dan bau laut yang ia temukan.

hari ke tujuh.

seorang lelaki dan seorang perempuan duduk di puncak bukit kala senja. hujan turun dari pagi hingga sore tadi. senja yang dilepas setelah hujan seharian akan sangat indah. warna jingga, ungu, biru, dan merah jambu berpaduan menjadi satu. “senja ini milikku”, perempuan ini tersenyum puas. “aku senang, bau tanah dari hujan masih tertinggal”, lanjutnya, dan memperlebar senyumnya. si lelaki juga berpikiran sama. ia masih dapat mencium aroma yang menenangkan jiwa itu. “aku berterima kasih pada Tuhan atas senja dan hujan hari ini. dan atas kamu, yang beberapa hari ini menemaniku mengantarkan senja pulang ke peraduannya.” mereka berdua tersenyum.

“maukah kamu selalu menemaniku melepas senjaku?”

".............."


jauh

duduk diam memandangimu yang berada di luar jarak pandang merekam lamunmu yang tak dapat kubaca, dan diammu yang tak dapat kuterka. seny...