Wednesday, May 9, 2012

untitled poem


Pendar Purnama di balik malam gosong
Malam jatuh sunyi menyepi
celotehan alkohol menggelinjang ketika keringat menjadi manis
aku adalah pejuang kemerdekaan
kemerdekaan hati mendekati mati

serpihan kayu manis akan memberi rasa berbeda dalam cangkirmu
menukik dengan keras kepala
meresap sampai resahmu lenyap
keringatan tapi tetap berselimut wol tebal
mendendangkan lagu dengan ceria
menggairahkan tubuh untuk bergerak

kamu adalah apa yang kamu pikirkan
tidak seperti pelari...
berlari... berlari... berlari...
tapi tak mau henti, dia lari tanpa peluh
lalu dari mana asalnya muntahan berbau kelamin itu?

di situ, di balik rahasiamu...

aku tahu di tiap relungmu meskipun kamu termenung maupun terisak
dalam diam, ada jawaban tersimpan,
sebaiknya kamu telan...

kita mengumbar apapun kesiasiaan
rangkaian kata berubah menjadi selimut hangat
kabel telepn hanya tempat bertenggernya burung

pulang sore hari dengan belati
membelah hujan dengan payung
menanam rindu di ujung pintu

tiadakan rasa cemburu atau semuanya akan jadi belenggu
dan kebebasan menjadi semu...
menunggu satu...
lalu merindu...
dan satu adalah selalu...
menjadi perahu...
meski adalah rahasia...
tapi baik-baik saja...

jika kau dengar
pelan
tiap repat jemari yang kau petik
kesemuanya mengernyitkan aliran nada
sederas laju darah pada nadi
sepekat tetesan air mata di keningnya

tuhan hanya separo mengambil rusukku
sehingga aku hanya punya punya rasa
menyayangi, tidak mencintai.

rasa ini suci, sesuci pernikahan dua jiwa di alam mimpi.




yogyakarta, 7 Mei 2012
sebuah puisi berantai yang ditulis pada kertas yang diedarkan, oleh lima orang teman yang datang merayakan ulang tahun kekasih saya malam itu. 
tercipta sebuah puisi indah, lebih indah dari yang kami semua bayangkan.

No comments:

Post a Comment

jauh

duduk diam memandangimu yang berada di luar jarak pandang merekam lamunmu yang tak dapat kubaca, dan diammu yang tak dapat kuterka. seny...